Sinopsis Diri


            Beberapa hari yang lalu, ketika itu sore hari. Di panas yang cukup terik aku arahkan kendaraanku ke sebuah toko buku besar di kota Jogja ini. Dengan segera langkah ini membawaku ke lantai atas di mana ratusan bahkan ribuan buku berjajar di sana. Mereka hanya diam di antara kebisingan orang-orang, atau aku yang tak mendengar celotehan mereka. Entahlah.
             Sejauh mata memandang yang nampak hanya rak-rak berhias aneka ragam buku. Buku anak, buku kecil, buku besar, buku novel, hingga buku yang aku pikir kurang penting pun ada di sana. Rak buku pertama. Aku tak melihat yang menarik. Begitu juga orang di depanku ini. Rak buku kedua, masih sama. Aku hanya selintas membaca sinopsis sebuah buku yang tertulis di sampul belakangnya. Kurang menarik pikirku. Tak beda, orang di depanku juga menaruh kembali buku yang diambil.
         Tak terasa puluhan menit berlalu ketika keasyikan berburu buku terus berlanjut. Berbagai macam sinopsis buku yang tercetak di sampul pamungkas tiap buku aku baca. Hanya itu, hanya sinopsis yang dapat mencerminkan isi buku tersebut. Namun, ada beberapa buku yang dapat dibaca isinya karena plastik pembungkusnya telah lenyap, entah disengaja oleh pihak toko atau konsumen.
             Semakin lama pikiranku semakin terusik. Apa yang dirasa buku itu ketika seseorang mengambilnya, membaca sinopsis, lalu menaruhnya kembali? Andai aku menjadi buku itu, pasti hancur rasanya. Betapa tidak, dapat dianalogikan seperti seorang anak yang dipanggil gurunya untuk maju ke depan menerima hadiah, lalu guru tersebut melihat penampilan anak itu dari atas ke bawah. Begitu dipandang penampilannya kurang menarik, anak itu langsung disuruh duduk kembali. Tak ada hadiah yang didapat anak itu. Are you mad bro?
            Penampilan terkadang dipandang sebagai satu-satunya cara menilai seseorang. Kembali kepada anak tadi, penampilan luar anak itu tak dapat disamakan dengan kualitas atau kemampuannya. Bisa jadi dia punya bakat yang tak terlihat dari luar. Seperti buku yang terbungkus plastik, hanya dipandang sekilas saja.
            Hidup ini penuh persepsi. Sebuah kalimat bijak “kesan pertama adalah penting” memang tak dapat ditampik. Kesan adalah persepsi, tiap orang punya persepsi yang berbeda. Buku dengan tampilan menarik dan sinopsis memikat tentu akan membawa daya tarik lebih kepada konsumen, meski isi dari buku itu memuaskan hati pembeli atau tidak. Ya, cukup berhias dengan maksimal maka orang akan tertarik. Semua berkat plastik pembungkus. Tak ada orang yang berani membukanya.
           Seperti buku, jika seseorang membuka apa yang ada di dirinya tentu orang akan sangat tertarik. Namun, jangan berlebihan karena berlebihan akan menimbulkan persepsi yang buruk, terkesan kurang berharga. Biarkan orang lain mengenal kita, biarkan mereka menilai kita. Kita adalah kita, bukan mereka atau yang lain.
        Sinopsis diri, itulah cerminan diri. Membuka diri untuk mengenalkan kita kepada orang lain. Mengakrabkan kepada lingkungan, menyatukan dengan keadaan. Buku di toko buku mungkin sudah seharusnya dipajang berselimut plastik pembungkus. Hanya tampilan dan sinopsis yang menjadi senjata utama. Tapi kita, kita yang dapat membuka diri, menyatu dengan lingkungan, tentu tak hanya berhias dan mengumbar keindahan semu. Kita yang apa adanya dengan penampilan kita. Kita yang membuka diri kita dengan sebuah sinopsis diri kita. Sinopsis yang mengenalkan siapa kita kepada dunia luar.

Comments

Popular posts from this blog

Professor Muda dan Pakar Teknologi Nano di AS, Asal Indonesia

Sejarah Layout: Dari Zaman Batu Hingga Zaman Internet

ARTIKEL ILMIAH POPULER