Prospek Geothermal sebagai Energi Terbarukan di Indonesia
Kebutuhan akan energi diprediksikan terus
meningkat bahkan mencapai 70% antara tahun 2000 hingga 2030. Keadaan tersebut
berbanding terbalik dengan ketersediaan enegi di muka bumi. Cadangan sumber
energi yang berasal dari fosil di seluruh dunia diperkirakan hanya sampai 40
tahun untuk minyak bumi, 60 tahun untuk gas alam, dan 200 tahun untuk batu
bara. Fakta tersebut memunculkan permasalahan-permasalahan mengenai sumber
energi alternatif. Banyak pemikiran sudah dicurahkan oleh para ilmuwan guna
mengantisipasi adanya kemungkinan krisis energi di masa yang akan datang.
Berbagai penelitian saat ini mulai banyak yang mengangkat isu-isu penting
mengenai alternatif energi lain yang lebih efisien dan ramah lingkungan.
Salah satu energi terbarukan yang ramah
lingkungan dan efisien ialah energi panas bumi atau sering disebut geothermal.
Telah diketahui bahwa, suhu lapisan bumi bertambah 3 oC setiap kedalaman bertambah
100 meter. Hal ini terjadi karena pada inti bumi terdapat magma yang memiliki
temperatur sekitar 1000 oC. Magma dapat keluar hingga ke permukaan bumi seperti
pada gunung berapi. Lapisan bumi yang berada dekat dengan magma akan menerima
panas dan mengalami peningkatan temperatur. Energi panas ini disebut dengan
geothermal yang dapat dikonversikan dan dimanfaatkan untuk kebutuhan hidup
manusia.
Beberapa PLTP yang sudah beroperasi di Indonesia
antara lain adalah PLTP Sibayak (12 MW), Salak (375 MW), Wayang Windu (227 MW),
Kamojang (200 MW), Darajat (255 MW), Dieng (60 MW), dan Lahendong (60 MW).
Sebagian besar geothermal di Indonesia digarap oleh Pertamina Geothermal
Energy. PLTP Salak dan Darajat dioperasikan oleh KOB-Chevron Geothermal, PLTP
dieng dioperasikan Geo Dipa Energi, dan PLTP Wayang Windu dioperasikan oleh
KOB-Star Energy Geothermal namun operator-operator tersebut beroperasi dengan
lisensi dari Pertamina Geothermal Energy.
Operasi PLTP di berbagai wilayah tersebut tenyata
belum sepenuhnya mampu meyakinkan pemerintah untuk mengolah potensi-potensi
geothermal di daerah-daerah lain. Hal tersebut dikarenakan pemerintah masih
sulit menentukan jumlah harga per KWh karena merasa bisa menyebabkan kerugian.
Terlepas dari masalah harga, sejatinya pengembangan PLTP perlu mendapatkan
perhatian karena memiliki prospek yang baik bagi masa depan energi terbarukan
di Indonesia.
Kegiatan eksplorasi geothermal di Indonesia
dilakukan secara luas sejak tahun 1972. Direktorat Vulkanologi dan Pertamina,
dengan bantuan Pemerintah Perancis dan New Zealand melakukan survei pendahuluan
di seluruh Indonesia. Dari hasil survei dilaporkan bahwa di Indonesia terdapat
217 prospek geothermal, yaitu di sepanjang jalur vulkanik mulai dari bagian
barat Sumatera, Jawa, Bali, Nusa Tenggara dan kemudian membelok ke Maluku dan
Sulawesi. Survei yang dilakukan selanjutnya telah berhasil menemukan beberapa
daerah prospek baru sehingga jumlahnya meningkat menjadi 256 prospek, yang
meliputi 84 prospek di Sumatera, 76 prospek di Jawa, 51 prospek di Sulawesi, 21
prospek di Nusa Tenggara, 3 prospek di Irian, 15 prospek di Maluku dan 5
prospek di Kalimantan.
Sistem geothermal di Indonesia umumnya merupakan
sistem hidrothermal yang memiliki temperatur tinggi (>225 oC), hanya
beberapa diantaranya yang memiliki temperatur sedang (150-225 oC). Pada
dasarnya sistem geothermal jenis hidrothermal terbentuk sebagai hasil
perpindahan panas secara konduksi dan konveksi. Perpindahan panas secara
konduksi terjadi melalui batuan, sedangkan perpindahan panas secara konveksi
terjadi karena adanya kontak antara air dengan suatu sumber panas. Pengalaman
dari lapangan-lapangan geothermal yang telah dikembangkan menunjukkan bahwa
sistem geothermal bertemperatur tinggi dan sedang sangat potensial bila
diusahakan untuk pembangkit listrik. Potensi sumber daya geothermal Indonesia
sangat besar yaitu mencapai 27.500 Mwe (megawatt elektrikal), atau sekitar 30%
hingga 40% potensi geothermal dunia.
Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) pada
umumnya hampir sama dengan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU). Bedanya PLTU
menggunakan batu bara untuk mengubah air menjadi uap, sedangkan PLTP
menggunakan panas bumi untuk menghasilkan uap. Panas bumi ini diperoleh dengan
melakukan pengeboran hingga kedalaman tertentu. Uap yang dihasilkan digunakan
untuk menggerakan turbin. Turbin ini akan menggerakkan generator sehingga dapat
menghasilkan energy listrik. Setelah keluar dari turbin, suhu dan tekanan uap
akan berkurang dan akan dikondensasikan. Cairan pendingin kemudian didinginkan
di cooling tower. Air yang keluar dari cooling tower akan diinjeksikan kembali
ke dalam tanah untuk dipanaskan kembali. Air yang diinjeksikan akan berubah
menjadi uap panas yang akan digunakan kembali untuk menggerakkan turbin dan
generator.
Geothermal merupakan energi yang relatif murah.
Biaya operasional energi geothermal sebesar 0,06 hingga 0,08 dollar AS per kWh,
sedangkan investasi yang diperlukan untuk membangun PLTP sebesar 800 hingga
3000 dollar AS per kWh. Biaya tersebut meliputi biaya survei eksplorasi, biaya
pemboran sumur, biaya lahan dan jalan, biaya fasilitas produksi, biaya, sarana
pendukung, serta biaya operasi dan perawatan.
Biaya survei eksplorasi terdiri atas biaya survei
pendahuluan dan biaya survei rinci. Biaya survei pendahuluan adalah biaya yang
dikeluarkan untuk survei geoscientifik awal yang terdiri dari survei geologi
dan geokimia pada daerah-daerah geothermal yang paling potensial. Biaya survei
rinci ialah biaya yang dikeluarkan untuk survei geologi, geokimia dan geofisika
dan pemboran dangkal yang dilakukan untuk mencari gambaran daerah prospek
geothermal. Biaya pemboran sumur meliputi biaya penyewaan alat, dan pembelian
bahan-bahan pemboran sumur. Biaya lahan dan jalan terdiri dari biaya pembelian
dan pembebasan lahan, penyiapan jalan masuk, dan perataan lahan. Biaya
fasilitas produksi sangat bervariasi tergantung fasilitas yang digunakan. Biaya
sarana penunjang meliputi biaya pembangunan perkantoran, laboratorium, serta
fasilitas umum lainnya. Biaya operasi dan pemeliharaan mencakup biaya untuk
monitoring, pemeliharaan, operasi lapangan, gaji pegawai dan lain-lain
berhubungan dengan efektifitas dan efisiensi management dan operasi lapangan.
Pemanfaatan geothermal relatif ramah lingkungan,
terutama karena tidak memberikan kontribusi gas rumah kaca, sehingga perlu
didorong dan dipacu perwujudannya. Pemanfaatan geothermal akan mengurangi
ketergantungan terhadap bahan bakar minyak sehingga dapat menghemat cadangan
minyak bumi. Tenaga ini juga tidak berisik dan dapat diandalkan. PLTP menghasilkan
listrik sekitar 90%, dibandingkan pembangkit listrik berbahan bakar fosil yang
hanya menghasilkan listrik kisaran 65% hingga 75%.Geothermal merupakan energi
alternatif yang sangat menjanjikan karena panas yang berpindah dari dalam bumi
diperkirakan sekitar 42 terawatt yang mengalir secara terus menerus hingga
bertahun-tahun.
Mengingat potensi geothermal dunia yang terbesar
di Indonesia dan sifat sistem geothermal yang sangat baik, sudah semestinya
pengembangan lapangan geothermal Indonesia dikembangkan oleh perusahaan
nasional dengan tenaga ahli Indonesia yang diakui kepakarannya tidak hanya di
dalam negeri namun juga di dunia Internasional.
Daftar Pustaka
http://www.greenpeace.org/seasia/id/campaigns/perubahan-iklim-global/Energi-Bersih/geothermal/
http://pge.pertamina.com/index.php?option=com_content&view=article&id=19:about-geothermal&catid=9:about&Itemid=8
http://www.mm-industri.com/nasional-asean/menggali-potensi-energi-panas-bumi-dan-air/
http://auzaniofficial.wordpress.com/2013/02/01/mengenal-energi-panas-bumi-geothermal-energy/
(ctaa)
Comments
Post a Comment