Bukan Mengenal, Tapi Memahami!
Kamu nggak bisa menilai seseorang dari luarannya doang, bahkan hanya sekali-duakali interaksi biasa. Bahkan yang bertahun-tahun saling berinteraksi pun belum tentu bisa saling memahami karakter masing-masing, apalagi yang baru beberapa kali berinteraksi biasa. Kamu tidak bisa langsung menjudge "Oh, dia ternyata seperti itu. (Sarsa, 2013)
...
Pernahkah ketika kamu pertama kali bertemu seseorang, kamu langsung merasa dia kok cerewet, dia kok pendiam, dia kok nggak bisa serius, dia kok begini dan begitu?
Apakah kamu langsung memvonis orang tersebut sesuai dengan kesan pertamamu ketika bertemu dengannya?
Apakah kamu merasa pertemuan pertama itu merupakan gambaran nyata dari karakternya secara keseluruhan?
Bagaimana jika apa yang kamu voniskan padanya bertolakbelakang dengan fakta?
...
Maaf, saya tidak sedang ingin menggalau karena tidak bisa memperoleh "bakso Malang" ketika melakukan KU ke Malang kemarin =______= (padahal tinggal selangkah lagi saya sudah bisa mencomot benda bulet menggiurkan dari daging mempesona itu. HAH!)
Next!
Ketika usai mengikuti Open House LSiS di ruang T2.01 sore tadi, tetiba ada yang ngajakin dinner bareng :3 Yuhuu, alhamdulillah menemukan pasangan *eh
Sembari menunggunya merapihkan file-file foto yang baru saja dicopynya dari laptop salah satu cowok paling kotroversi di LSiS, saya pun sibuk dengan perbincangan via phone dengan salah satu mahasiswa UI membahas tentang "bakso malang" yang tidak kesampaian *plaaaaaak! Katanya nggak mau nggalau?
Setelah doi sudah kelar dengan file-filenya, begitupun saya sudah kelar dengan urusan masa depan dengan mahasiswa UI tadi, dan berhubung Satpam Milan pun sudah menunjukkan gelagat akan melempar boom ke arah kami bertiga (betiga? Kan kalo sedang berdua, orang ketiganya syaiton. Hoho) Kami pun memutuskan untuk segera ke lokasi dinner. Lokasinya tidak terlalu jauh dari Milan.
Ada yang unik sepanjang kami melakukan dinner tadi. Bahkan menjadi pelajaran berarti bagi saya juga.
...
Terkadang saya merasa bahwa saya kurang kerasan di LSiS, bisa jadi karena saya jarang bermain di sekre LSiS seperti awal-awal menjadi anggota LSiS dulunya. Padahal ketika ada yang bertanya kepada saya, "gimana sih caranya agar anggota dalam suatu organisasi itu bisa saling kenal?", saya tidak pernah lupa memberikan saran, "sering-seringlah main ke sekre. Selain sekrenya menjadi nggak mati suri, kamu juga bisa makin akrab dengan anggota lainnya dan lebih update tentang event-event yang bakal organisasi tersebut adakan.. dan bla-bla-bla".
Dan berwacana itu memang lebih mudah ketimbang realisasi. Apalagi bagi yang tidak hanya aktif dalam satu organisasi tapi dua, tiga, empat...dst. Dalam hal ini yang bener-bener aktif banget di kampus atau bahkan yang sok sibuk. *eh
Lagi-dan-lagi ini soal memanage waktu dengan baik. Apalah artinya aktif di berbagai organisasi namun tidak bisa mengatur waktunya dengan baik? Bukankah itu justru merugikan tidak hanya kamu tapi bisa jadi organisasi yang kamu ikuti? Kenapa demikian? Emm, coba saja kamu inget ketika oprec dulunya!
Panitia sudah merancangnya dari jauh-jauh hari (bahkan berbulan-bulan sebelum oprec) untuk menyambut para anggota baru. Menyiapkan Open House yang dikemas menarik, menyiapkan begini dan begitu, rapat-revisi-rapat-revisi-rapat-fixasi intinya kerjanya panitia Open House (plus HRD) itu bener-bener dah!
Nah, sudah pasti yang mendaftar nggak hanya kamu, tapi yang lainnya pun demikian. Ketika kamu yang diterima dan terpilih menjadi the next generation dari organisasi tersebut berarti kamu telah merebut kesempatan yang juga semestinya mereka yang tidak diterima memperolehnya. Kenapa harus kamu? Karena panitia melihat ada potensi besar dalam dirimu, ada semangat juang yang tinggi dalam dirimu, walaupun kamu minim bisanya tapi ada semangat mau belajar dan berkontribusi, ada keikhlasan dalam dirimu, dll. Yang kesemuanya itu dinilai ketika oprec tersebut.
Setelah setengah tahun kepengurusan berjalan, coba deh kamu inget-inget kembali apa yang sudah kamu berikan untuk organisasi yang sedang kamu ikuti tersebut? Apa saja sih yang sudah kamu berikan? Atau simple-nya, apakah kamu sudah menjalankan proker-proker dari Dept maupun biro dimana kamu beramanah di dalamnya? Apakah setiap kali Kadeptmu memberikan tugas selalu kamu jalankan dengan baik? Ataukah kamu hanya sekedar membaca jarkoman smsnya lantas hanya berkata "oh" saja? Seringkah membalas jarkoman dari kadeptmu?
Saya rasa untuk masalah seorang anggota kerasan atau tidak, itu tak hanya bergantung dari pengurus intinya saja namun dari anggotanya sendiri pun seharusnya mau berinisiasi untuk membuatnya nyaman dalam organisasi tersebut.
Bagi saya sendiri, faktor terbesar yang menjadikan saya nyaman dalam suatu organisasi adalah dari keakraban dengan mereka yang satu dept. dengan saya. Yaah, saya akui Junsai memang jarang ngumpul sih atau bisa jadi saya pun yang jarang bertanya kabar dengan kadeptnya hingga sore tadi ada celetukan dari salah satu senior walaupun disampaikan dengan nada bercanda namun telah membuat saya jadi kepikiran juga, "Oh, Nian anak junsai ya? Bukannya Nian anak *** ya? Kan Nian ke sekre numpang beli air minum doang" =_______=
Kalau dipikir-pikir emang iya juga, saya lebih sering ke sekre kalau minuman di kantin sebelah sudah habis, dan kalau ada urusan saja baru ngongol di sekre. Dan kadang suka ngrasa gabut ketika di kepanitiaan. Mungkin lebih ke masalah koordinasinya aja sih, entah itu dari ketua panitia, koor, dan staff.
Saya rasa memang solusi untuk saya maupun kalian yang mengalami masalah yang sama dengan saya (Si Doi juga katanya), musti sering-sering main ke sekre atau paling nggak sering-sering adain nginep bareng entah antara kadept dengan staff, atau staff dengan staff, tapi nginepnya sesama jenis yaaah =____= *jangan sampai make alibi tulisan saya ini untuk bisa nginep dengan lawan jenis. HAH!
Nah, dari itu sudah pasti akan ada pembicaraan yang lebih intim lagi dalam artian yang lebih mendalam antara satu dengan lainnya. Dan hal itulah yang akan membuka jalan untuk bisa saling memahami satu dengan yang lain. Dari pengalaman saya untuk bisa nyaman bekerja dengan seseorang itu ketika saya juga nyaman dengan orang-orangnya (saya rasa ini manusiawi). Kamu nggak bisa menilai seseorang dari luarannya doang, bahkan hanya sekali-duakali interaksi biasa. Bahkan yang bertahun-tahun saling berinteraksi pun belum tentu bisa saling memahami karakter masing-masing, apalagi yang baru beberapa kali berinteraksi biasa. Kamu tidak bisa langsung menjudge "Oh, dia ternyata seperti itu". Interaksi biasa itu semacam hanya saling sapa "hay, selamat pagi/siang/sore/malam", tanpa adanya perbicangan yang berarti.
Kalau yang bisa saya ambil hikmahnya dari kejadian sore hingga malam tadi adalah mencoba untuk melakukan interaksi lebih mendalam dengan mereka. Bukan mengenal, tapi memahami. Ini point terpenting agar kemungkinan kurang terkoordinasinya keanggotaan dalam suatu organisasi lebih bisa diminimalisir (lebih lancar) dan dapat menjadikan organisasi tidak sekedar mencari softskill tapi juga keluarga.
Beberapa masukan bagi saya (maupun yang mengalami masalah yang sama):
- Sering main ke sekre
- Sering ngadain makan bareng atau nginep bareng antara kadept-staff maupun staff-staff
- Antara staff-staff pun mestinya saling memiliki kontak hape
- Proker per departemen jangan sampai dijadiin nomer 2 karena mendapat amanah kepanitiaan event di organisasi tsb.
-Jogja, 16 September 2013-
Written by Nian Undayani Sarsa
*tulisan saya sebelumnya "5 Dampak Baik, Berkuliah Jauh Dari Orang Tua"
Comments
Post a Comment