Kematian Selalu Menanti
Mengulas tentang kematian memang tidak ada
kata mati. Pernahkah terbayang? Senyum yang dulu menghiasi wajah. Berubah dalam
sekejap hanya menjadi guratan bibir polos yang pucat pasi. Tiap keceriaan dan
sinar yang ditampilkan oleh wajah. Menjadi putih, sedikit menyeramkan dan
menyayat hati setiap orang yang kehilangan.
Tangan-tangan terampil yang biasa digunakan
untuk berkreativitas. KAKU. Detak jantung yang berdetak menandakan arti dari
setiap hidup. KOSONG. Mata yang biasa memancarkan cahaya keabadian dan
ketenangan. GELAP. Semua berhenti, menghilang. Segalanya terpisahkan, oleh satu
kata WAKTU.
Berapa lama kita hidup di dunia yang kecil
ini? Sehari, seratus, atau mungkin seribu tahun? Waktu kematian tidak pernah
mengenal usia. Tua, muda, remaja, balita, anak-anak, setiap yang hidup memiliki
masa dari hal bernama kematian ini. Kematian tidak pernah menanyakan, apakah
diri kita siap atau tidak. Dia datang, pasti. Tanpa kabar, tanpa isyarat.
Apa yang harus kita banggakan dalam hidup?
Berasal dari tanah, dan pasti akan kembali ke tanah pula. Kita tidak
sepantasnya untuk sombong di bumi milik-Nya. Wajah cantik, tampan, kekar,
cacat, akan menjadi hal yang sama. Tulang belulang rapuh.
Bahkan di alam kubur yang sangat gelap itu.
Kecantikan dunia tak akan mampu menyinari kubur kita. Kita akan sendiri,
dingin, gelap. Entah nanti kita akan menunggu “hari” itu dengan sangat cepat,
sangat lama, tersiksa, atau nyaman di taman surga?
Pernahkah kita belajar pada mereka yang
lebih dulu meninggalkan dunia? Bukan belajar tentang integrasi atau
differensial. Bukan belajar tentang ilmu sains yang saat ini kita pelajari.
Tetapi belajar tentang menghargai waktu semasa kita hidup. Hal bermanfaat apa
yang sudah kita lakukan? Ada berapa banyak orang lain yang tersenyum karena kita?
Kematian merupakan guru terbaik tentang
hidup. Menyadarkan setiap insan yang cinta pada dunia. Menyadarkan bahwa tidak
ada sesuatu yang kekal. Saat masa kita hidup di dunia sudah habis. Tidak ada
lagi yang mampu kita perbuat. Bahkan, setiap teknologi yang berhasil
diciptakan. Tidak akan mampu membantu dalam menghadapi kematian. Kematian akan
selalu membayangi kehidupan kita. Tidak ada satu orangpun, yang bisa menghindar
jika waktu itu tiba.
Renungkan. Apa dan bagaimana kita akan
menghadapi malaikat maut nanti. Siapa yang akan menangisi, mendoakan, atau
mengenang diri kita nanti. Seperti hujan, yang datang menghiasi kemarau
panjang. Lalu, saat hujan itu berhenti. Adakah seseorang yang bersyukur atas
kedatangannya. Atau mengabaikannya? Jawaban itu ada pada diri kita sendiri…. (by: Ratri)
Comments
Post a Comment