FULL DAY SCHOOL, tepatkah?
Adalah Bapak Muhadjir Effendy,
mantan rektor Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), mencetuskan adanya
pergantian sistem pendidikan tersebut. Diangkat menjadi menteri pendidikan
menggantikan Bapak Anies Baswedan, beliau memutuskan memilih menerapkan sistem full
day school untuk diterapkan di semua sekolah dari jenjang SD, SMP, sampai
dengan SMA. Mengutip dari Kompas, 8 Agustus 2016, beliau mengatakan “dengan
sistem full day school ini secara perlahan anak didik akan terbangun
karakternya dan tidak menjadi liar di luar sekolah ketika orang tua mereka
belum pulang bekerja”. Jadi menurut beliau dengan diterapkannya sistem full
day school ini, kegiatan belajar siswa di sekolah akan lebih terarah dan waktu
belajar pun semakin banyak karena dari pagi mereka berangkat sampai sore hari,
para siswa menghabiskan sebagian besar waktu mereka di sekolah dengan diawasi
oleh para guru. Namun pandangan orang umum terhadap sistem full day school
ini masih sangat minim akan metode cara pengajaran yang sebenarnya.
Menurut Sukur Basuki dalam
tulisannya, Harus Proporsional sesuai Jenis dan Jenjang Sekolah, menerangkan
bahwa full day school adalah sekolah yang sebagian waktunya digunakan
untuk program-program pembelajaran yang suasanya informal, tidak kaku,
menyenangkan bagi siswa dan membutuhkan kreatifitas dan inovasi dari guru. Dalam
hal ini beliau berpatokan pada suatu penelitian yang mengatakan bahwa waktu
efektif belajar bagi anak hanya 3-4 jam sehari dalam suasana formal dan 7-8 jam
sehari dalam suasana informal. Jadi beliau beranggapan bahwa sistem full day
school ini bukan menitik beratkan pada materi mata pelajaran siswa yang
diperbanyak, melainkan membuat suasana belajar yang nyaman dan menyenangkan
dengan menghindari sebanyak mungkin penyampaian materi yang monoton dan
menjemukan.
Anggapan
tersebut tentu saja ada benarnya. Seorang guru dituntut untuk dapat
menyampaikan materi pelajaran dengan baik dengan tanpa membuat siswa merasa
bosan dan tidak tertarik terhadap apa yang disampaikan di kelas. Oleh karena
itu harus diselingi dengan metode dan cara penyampaian yang lain yang lebih
menyenangkan dan atraktif bagi mereka. Full day school menuntut mereka
menghabiskan waktu dari pukul 07.00 sampai dengan pukul 15.00 atau bahkan
sampai pukul 17.00 dengan imbalan hari sabtu dan minggu mereka libur belajar di
sekolah. Menurut penulis, sistem full day school ini masih memerlukan kajian
yang lebih mendalam sebelum benar-benar dipatenkan dan harus diterapkan di
seluruh sekolah di Indonesa. Banyak sekali keuntungan dan kelemahan dari sistem
ini. Misalnya para siswa akan merasa bahwa waktu mereka terforsir dengan
kegiatan di sekolah sedangkan mereka memiliki keinginan untuk dapat
mengembangkan kreatifitas mereka di luar sekolah, waktu bermain yang berkurang,
cepat merasa bosan dan capek karena harus mengikuti rangkaian belajar yang
terlalu lama dan menjemukan, dan lain sebagainya. Oleh karena itu, alangkah
lebih baik jika pemerintah jangan terlalu ‘arogan’ dengan mengambil keputusan
secara sepihak dan kita sebagai masyarakat juga harus berperan aktif dalam
mengawasi sistem pendidikan ini agar Indonesia dapat lebih maju dan sejahtera
karena dapat menghasilakan siswa-siswa yang cerdas baik secara intelektual,
religi, maupun kreatifitas.
Lalu bagaimana tanggapan kalian mengenai full day school ini jika diimplementasikan di Indonesia? Posting tanggapan kalian di kolom komentar ya :)
By: Febri
Comments
Post a Comment