Pers “Membentuk” Realita?
Kita semua memahami
makna dari pers bagi kehidupan masyarakat yang demokratis. Dalam masyarakat
demokrasi, pers berperan sebagai ‘public
watch dog’ yang mengawasi jalannya penggunaan kekuasaan oleh
lembaga-lembaga negara. Namun kita bisa melihat dengan jelas adanya satu
pertanyaan sederhana yang muncul, ‘jika pers mengawasi lembaga-lembaga negara,
lantas siapa yang mengawasi pers?’
Pertanyaan ini mungkin
terdengar agak konyol bagi sebagian orang, namaun bagaimanapun juga itu adalah
pertanyaan yang sangat masuk akal. Meski tidak secara langsung memerintah suatu
negara, pers memiliki kemampuan yang luar biasa besar dalam membentuk pendapat
publik. Ada sebuah contoh sederhana bagaimana pers membentuk opini masyarakat. Contoh
paling sederhana, misalnya saja saat kita ditanya, jika ada dua rumah yang
berbeda, di salah satu rumah ada kolam renang dan di rumah yang lain ada
sepucuk senjata api, kira-kira ke rumah yang mana orang tua akan lebih banyak
melarang anaknya pergi?
Jawaban yang paling
logis adalah, orang tua akan lebih cenderung untuk melarang anaknya pergi ke
rumah yang ada senjata api di rumah itu. Tapi fakta menunjukkan kecelakaan di
kolam renang lebih banyak memakan korban dibandingkan dengan tertembak senjata
api. Jadi, apa yang sebenarnya terjadi? Jawabannya sederhana, pembentukan opini
publik oleh pers.
Hal ini mungkin tidak
terlalu berkaitan dengan pers, tapi anda pasti menyadari saat berita sebuah
pesawat jatuh, maka pers akan begitu menyorot berita itu dengan alasan, ‘Ini
berita besar.’ Sadarkah anda bahwa lebih banyak orang meninggal akibat
kecelakaan lalu lintas di jalan raya dibandingkan dibandingkan oleh kecelakaan
di pesawat terbang. Tapi saat kita bertanya pada khalayak, kita akan mendapat
jawaban bahwa pesawat lebih berpotensi kecelakaan dibandingkan dengan naik
mobil atau bus.
Bagaimana persepsi ini
bisa terbentuk? Ini karena pers seringkali hanya memberitakan hal-hal yang
dianggap langka dan jarang terjadi, karena berita semacam itulah yang menarik
perhatian kita. Namun tanpa sadari, saat kita menikmati berita-berita semacam
itu pikiran kita terjejali dengan ilusi bahwa hal yang jarang itu, lebih hebat
dari pada hal-hal kecil yang sering terjadi di sekitar kita.
Hal ini juga
berpengaruh pada pandangan masyarakat terhada pemerintah. Pers hampir selalu
menyoroti semua ‘sisi gelap’ suatu kepemerintahan. Sisi baiknya sangat jarang
ditunjukkan dan memberi stigma pada masyarakat bahwa ‘pemerintah itu tidak
kompeten.’ Namun di sisi lain pers juga membuat masyarakat sangat ketergantungan
pada pemerintah. Saat bencana terjadi misalnya salah satu pertanyaan yang pasti
muncul adalah, ‘sudahkah pemerintah memberikan bantuan?’ Pertanyaan seperti itu
tidaklah terlarang, namun pertanyaan seperti itu memberi kesan bahwa masyarakat
tidak pernah bisa mandiri dari bantuan pemerintah.
Untuk mencapai tingkat
baru kehidupan yang lebih baik bagi bangsa ini, pers harus bisa membuat agar
pemerintah dan masyarakat saling bahu-membahu dalam pembangunan. Pers sejauh
ini sudah berhasil ‘membentuk realita’ di mana pemerintah adalah ‘lawan’ dari
masyarakat. Bisakah pers ‘membentuk kembali opini’ masyarakat dan ‘membentuk
kembali realita’ agar masyarakat, pemerintah dan pers bisa bahu-membahu dalam
membangun negara ini. Hanya pihak pers lah yang bisa memilih jawabannya.
-Hafiz Aji Aziz (Departemen Edukasi)-
Comments
Post a Comment