Mata Elang

Aku masih ingat ketika kau menjabat tanganku untuk pertama kalinya. Kau jabat tanganku dengan erat kemudian kau sebutkan namamu. Kubalas jabatan itu dan kusebutkan pula namaku. Lalu kita saling tersenyum menggambarkan betapa indahnya perkenalan itu. Yang kurasa saat itu adalah kau yang begitu yakin dalam setiap sikapmu, kau yang tegas, dan kau yang begitu ramah. Matamu yang tajam mengisyaratkan betapa kau sangat disegani teman-temanmu. Mata elangmu itu yang buatku terkesima. Mata elangmu itu yang buatku yakin akan setiap keputusanmu.
Hari-hari yang pernah kita lalui bersama. Hari-hari di mana kita tak sepaham. Semua itu adalah kenangan kita yang sangat berharga. Novel-novel tebal karya J.K. Rowling pun tak sanggup mengalahkan tebalnya buku untuk menulis jutaan kenangan kita. Masih kuingat ketika kau memberiku hadiah topi warna biru itu. Kau bilang agar rambutku tak mudah berketombe lagi. Tapi nyatanya tetap saja itu tak berpengaruh. Dengan tersenyum kau berkata kepadaku bahwa ketombe adalah karunia dari Tuhan untukku. Hanya dengan senyummu pun hatiku merasa tenang. Ditambah dengan pancaran sinar aneh dari mata elangmu itu.
Yang paling kukagumi darimu adalah otakmu. Kadang kuberpikir apakah volume otak kita sama? Karena sepertinya berbagai macam pengetahuan bisa kudapatkan dari dirimu. Mulai dari hal sederhana seperti pelajaran, hingga hal kompleks seputar masalah kehidupan. Kau yang selalu buatku tersenyum di kala kusedih. Kau yang bisa mengisi kembali semangatku setelah jatuh terpuruk. Kau yang selalu marah ketika kutampakkan wajah putus asa. Kau yang bisa tampak tegar padahal di dalam hatimu kutahu kau begitu berduka. Mungkin itu pula yang membuatku jadi orang terakhir yang melepas kepergianmu.
Di tempat ini sekarang kita berada. Kududuk dan kau terbaring tepat di depanku. Rangkaian bunga menghiasi tempat peristirahatanmu kini. Kutaburkan bunga mawar ini semata agar kau selalu merasa wangi, terselimuti wangi kasih sayang. Kini ku hanya dapat mengenang mata elang itu. Mata yang dapat buatku tertunduk karena segan. Maafkan aku yang selalu buatmu susah dengan tingkahku. Doaku selalu iringimu di alam sana. Istirahatlah dengan tenang. Kelak kita akan berjumpa di alam yang lain. Dengan yakin kuikrarkan di dalam hati bahwa kau adalah sahabat yang sebenarnya.

-fbi_1412-

Comments

Popular posts from this blog

Professor Muda dan Pakar Teknologi Nano di AS, Asal Indonesia

Sejarah Layout: Dari Zaman Batu Hingga Zaman Internet

ARTIKEL ILMIAH POPULER